Social Icons

Pages

Rabu, 25 April 2018

Sering di bully di sekolah, bukan berarti bodoh .[Sang Pembuka Kebaikan]

Seorang guru menggantikan seniornya yang kini melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
Sang guru pengganti ini mulai mengajar di kelas yang pernah diajar sang senior. Ia pun menjelaskan pelajaran lalu menanyakan sebuah soal kepada seorang murid.
Murid-murid lain tertawa karena pertanyaan tersebut ditujukan kepada Abdullah. Ternyata memang demikian, Abdullah selalu menjadi bahan tertawaan rekan-rekannya. Begitu pula ketika Abdullah berusaha menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya, mereka selalu saja begitu.
Sang guru mulai bertanya dalam hati bagaimana penyelesaian problem ini. Dalam pandangan mereka, Abdullah adalah anak yang bodoh dan dungu.
Sang guru mulai tersenyum karena menemukan sebuah metode yang dianggapnya tepat untuk menumbuhkan semangat Abdullah sekaligus menghilangkan kebiasaan tidak baik rekan-rekannya itu.
Bel berbunyi pertanda waktu istirahat telah tiba. Semua murid bergegas ke luar. Hanya Abdullah yang memilih berdiam di kelas.
Sang guru mendekatinya lalu menuliskan bait-bait syair di secarik kertas.
"Abdullah, tolong hafalkan bait-bait syair ini dengan baik sebagaimana engkau menghafal namamu. Ini khusus kamu saja. Jangan kasi tahu rekan-rekanmu."
Esoknya, kelas kembali dimulai. Sang guru menuliskan bait-bait syair di papan dan menjelaskan makna-maknanya dari segi bahasa dan balagah (sastra -ed) dengan cepat.
Dengan cepat pula sang guru tiba-tiba menghapus bait-bait itu lalu berkata:
"Siapa yang hafal bait syair tadi silahkan angkat tangan."
Tak ada satu pun yang mengangkat tangan. Bagaimana bisa menghafal sesuatu yang baru saja dilihat dan didengar. Tak pula diberi kesempatan untuk menghafal.
"Saya bisa, pak."
Suara itu terdengar dari Abdullah. Para siswa segera menoleh ke arahnya sambil tertawa tak percaya. Abdullah terlihat malu dan grogi.
"Silahkan, Abdullah."
Abdullah pun segera membaca syair dari hafalannya. Begitu cepat dan sempurna. Tak ada huruf dan susunan yang keliru. Mereka takjub. Sang guru kemudian memerintahkan para muridnya untuk bertepuk tangan untuk Abdullah.
Sang guru menggunakan cara ini selama seminggu dengan bait syair yang berbeda dan Abdullah selalu menjadi siswa yang tampil menjawab tantangan hafalan itu karena memang dia telah menyiapkannya di rumah.
Keadaan dan suasana kelas mulai berubah. Abdullah kini dihormati dan tak ada lagi tawa merendahkan untuknya. Percaya dirinya pun mulai tumbuh. Ia melebihi rekan-rekannya. Ia bukan lagi pemalu dan bukan lagi bodoh seperti yang disifati oleh rekan-rekan dan guru lamanya.
Ia mulai bisa bergaul dan berbicara luwes dengan rekan-rekannya padahal dulu selalu dikucilkan.
Hari-hari ujian akan tiba. Abdullah belajar dengan tekun dan sungguh-sungguh. Dan ia pun lulus di semua almawad (pelajaran -ed).
Tahun-tahun berlalu kini Abdullah sedang menyiapkan diri memasuki jenjang doktoral.
Perjalanan studinya hingga menjelang doktoralnya ia tulis di sebuah majalah (di Timur Tengah -ed) sebagai bentuk penghormatan dann penghargaannya kepada guru pengganti di kelasnya saat itu.
Begitulah, . .
Manusia itu ada yang:
■Pembuka pintu kebaikan.
Ia menuntun, menyemangati, dan menggandeng tanganmu menuju kebaikan dan keberhasilan.
■Ada pula pembuka keburukan.
Ia menghalangi orang lain menuju kebaikan, dan melemahkan semangat. Dan ia pun sering tak sadar bahwa ia adalah pembuka kran kegagalan dan menutup laju keberhasilan.
------
Sumber: Akun Al-Mukhtalifah
Penerjemah: Yani Fahriansyah
 

Sample text

Sample Text

Sample Text